Salam dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus.
Semoga tulisan ini menjadi pelukan lembut bagi setiap rasa bersalah yang kita simpan—baik kepada sesama, kepada Tuhan, maupun kepada diri sendiri.
Hari ini, izinkan aku tidak menanyakan “apa kabar”, tapi satu hal yang lebih sunyi:
Sudahkah kamu mengampuni dirimu sendiri?
Jika jawabanmu adalah belum, maka tulisan ini mungkin ditulis untukmu. Karena aku pun belum sepenuhnya mampu mengampuni diriku sendiri. Dan jujur saja, bagaimana aku bisa mengampuni orang lain, jika aku bahkan belum berdamai dengan hatiku sendiri?
Namun, aku sedang belajar.
Aku belajar untuk menerima semua masa lalu—tanpa menutupinya, tanpa membenarkannya, tapi juga tanpa mengutukinya terus-menerus.
Aku tidak akan membahas dosa dan kesalahan orang lain. Biarlah tulisan ini menjadi ruang bagi luka dan keretakan dalam diriku sendiri. Tapi, bukan sekarang. Mungkin di tulisan lain. Karena luka-luka itu panjang ceritanya.
Yang ingin kubagi hari ini adalah:
Seringkali, aku teringat kembali pada kesalahan—baik yang kulakukan maupun yang dilakukan orang lain padaku.
Seringkali, aku terpicu oleh hal-hal kecil yang membuka kembali pintu rasa bersalah dan amarah.
Dan itu… melelahkan. Sangat melelahkan.
Lalu suatu hari, aku menonton film The Passion of the Christ.
Ada satu adegan yang menghantam hatiku dengan lembut tapi dalam. Saat Yesus berdoa di Taman Getsemani, iblis mendekat dan berkata:
“Tak ada yang mampu menanggung beban dosa.”
Kalau tidak salah, begitu kalimatnya.
Dan saat itu aku sadar—Kristus menanggung semuanya.
Dosa sejak Adam hingga akhir zaman.
Bayangkan, betapa menggema dosa itu di dalam hati-Nya… sambil memikul salib kayu yang berat.
Aku tidak bisa membayangkan betapa Kristus terngiang-ngiang akan dosa-dosa orang.
Yang lebih menghancurkan hati:
Itu bukan dosa-Nya. Tapi Dia memilih disalahkan.
Dia dipisahkan sejenak dari Bapa karena dosa yang bukan milik-Nya.
Semata-mata karena Dia mencintai kita.
Karena itu, hari ini aku tidak datang dengan penghakiman.
Aku datang dengan ajakan yang sederhana—untukku sendiri dan mungkin juga untukmu:
Mari kita bertobat. Bukan karena takut, tapi karena kita dicintai. Karena kemurahanNya begitu besar, sehingga kita bisa diampuni dari dosa kita. Meskipun kita sendiri belum mampu mengampuni diri sendiri dan orang lain.
Karena ada salib yang dipikul oleh Dia yang tak berdosa, agar kita yang penuh luka ini bisa dipeluk kembali.
Tuhan Yesus memberkati.
In the Name of the Father, the Son, and the Holy Spirit.
May this writing become a gentle embrace for every trace of guilt we carry—toward others, toward God, and toward ourselves.
Today, allow me not to ask, “How are you?” but something quieter:
Have you forgiven yourself?
If your answer is “not yet,” then perhaps this message is for you.
Because I, too, have not fully forgiven myself.
And honestly, how could I forgive others if I haven’t yet made peace with my own heart?
Still, I am learning.
I’m learning to accept my past—not by denying it, not by justifying it, but also not by condemning it endlessly.
I won’t talk about the sins and wrongs of others. Let this space be a home for my own wounds and brokenness.
But not today. Maybe in another piece. The stories are long.
What I want to share today is this:
Often, I’m haunted by my mistakes—and by the wrongs others have done to me.
Often, small things trigger memories of guilt and pain.
And it is… exhausting. Truly exhausting.
One day, I watched the film The Passion of the Christ.
There was one scene that quietly pierced my heart.
As Jesus prayed in the Garden of Gethsemane, the devil came and whispered:
“No one can bear the weight of sin.”
(If I recall correctly, that was the line.)
And in that moment, I realized—Christ bore it all.
Every sin from Adam to the end of time.
Can you imagine how loud those sins must have echoed in His soul… while He carried the heavy wooden cross?
I can’t begin to imagine how Jesus endured the torment of remembering all the world’s sins.
What breaks my heart even more:
They weren’t His sins. But He chose to be blamed.
He was separated from the Father for a moment, because of sins that weren’t His.
All because He loves us.
And so today, I do not come with judgment.
I come with a simple invitation—for myself, and perhaps for you, too:
Let us repent. Not out of fear, but because we are deeply loved. Because of His great mercy, we can be forgiven of our sins—even when we ourselves are still unable to forgive ourselves and others.
Because His mercy is so vast that we are forgiven—even when we haven’t yet learned how to forgive ourselves or others.
Because there was a cross, carried by the sinless One, so that we who are wounded could be embraced once more.
May the Lord Jesus bless you.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar