Rabu, 28 Mei 2025

About Me

Halo,

Aku bukan penulis terkenal. Aku bukan influencer rohani. Aku hanya seseorang yang pernah terluka—dan sedang belajar mengenal kasih Tuhan dari dalam luka itu sendiri.

Dulu, aku melayani karena Oppungku seorang sintua. Kupikir, melayani itu soal mengikuti jejak keluarga. Tapi semakin aku bertumbuh dan berhadapan dengan hidup yang tidak mudah—pelecehan, kekerasan, kegagalan cinta, kehilangan harapan—aku mulai bertanya:
“Tuhan, apakah semua ini bisa menjadi bagian dari pelayanan?”

Aku tahu Tuhan menyayangiku karena beberapa doa terkabul. Tapi aku belum mengerti bagaimana salib dan luka-Nya adalah bentuk kasih bagi diriku yang penuh luka juga. Maka aku mulai bersaksi. Bukan untuk menjadi sorotan. Tapi agar aku sendiri pun bisa mengerti: mengapa luka ini tidak sia-sia.

Kesaksianku kutulis di blog ini. Sunyi. Sepi. Tapi jujur. Aku tahu, aku tidak sendirian. Karena itu, aku ingin menepati panggilan yang suatu hari membuat hatiku bergetar saat membaca firman:

“Ikutlah Aku.”
“Kalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu.” (Lukas 22:32)

Aku sendiri belum tahu apakah aku sudah benar-benar “insaf.” Tapi jika menulis dan berbagi bisa menjadi bagian dari pemulihan—bagi diriku sendiri maupun orang lain—maka aku akan tetap menulis. Meskipun hanya satu orang yang membaca. Karena bisa jadi, satu orang itu sedang mencari alasan untuk bertahan.

Terima kasih sudah singgah di sini.
Semoga ada kekuatan dan pengharapan yang mengalir, di antara luka dan kata.

Salam hangat,
Nagisa




Hello,
I'm not a famous writer. I'm not a spiritual influencer. I'm just someone who has been wounded—and is learning to understand God's love through those very wounds.

I used to serve because my grandfather was a church elder. I thought serving meant following in my family’s footsteps. But as I grew older and faced the harsher parts of life—abuse, violence, heartbreak, and lost hope—I started to ask:
"Lord, can this pain somehow be part of ministry?"

I know God loves me—some of my prayers have been answered. But I still struggle to understand how the cross, and His wounds, could be a form of love for someone as broken as me.
That’s why I started sharing my testimony. Not to draw attention, but to help myself understand: why this pain might not be in vain.

I write my testimonies here. Quietly. Anonymously. But honestly. I believe I’m not alone. That’s why I want to respond to a calling—one that once made my heart tremble when I read:

“Follow Me.”
“When you have turned back, strengthen your brothers.” (Luke 22:32)

I don’t even know if I’ve truly "turned back." But if writing and sharing can be a part of healing—for myself or even just one person—then I will keep writing. Even if only one person reads it. Because maybe, that one person is searching for a reason to keep going.

Thank you for visiting.
I hope these words carry a bit of strength and hope, in the spaces between wounds and healing.

Warmly,
Nagisa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gengsi

--- Tak dapat tangan menggenggam Sebab gengsi Tak dapat merengkuh Sebab gengsi Tak dapat kasih diucap Sebab gengsi Tak dapat mengecup Sebab ...