Senin, 02 Juni 2025

Actus Reus, Mens Rea, dan Salib yang Kita Pikulkan (Actus Reus, Mens Rea, and the Cross We Carry Each Day)


 

Salam dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus.
Semoga tulisan ini menopangmu yang sedang memikul salib kehidupanmu.

Suatu hari, seorang teman dari sahabat saya bertanya: "Bagaimana kedudukan LGBT dalam kekristenan? Apakah itu dosa?"
Saat itu, saya belum siap menjawab. Saya pun lupa apa yang saya katakan. Namun, pertanyaan itu terus menggema dalam kepala saya—menuntut untuk dijawab, bukan hanya kepada orang lain, tetapi juga kepada diri saya sendiri.

Kali ini, saya mencoba menjawabnya bukan dari sudut pandang teologis murni, melainkan melalui pendekatan hukum—sebagaimana yang tertulis dalam Kitab Suci.


📜 Hukum tentang Hubungan Sesama Jenis

Dalam Imamat 18:22, tertulis:

“Janganlah engkau tidur dengan laki-laki seperti bersetubuh dengan perempuan. Itu suatu yang menjijikan.”

Demikian pula dalam Imamat 20:13:

“Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki lain seperti bersetubuh dengan perempuan, keduanya melakukan suatu hal yang menjijikan. Mereka harus dihukum mati dan darah mereka ditanggungkan atas mereka sendiri.”

Selain itu, Sidang di Yerusalem sebagaimana dicatat dalam Kisah Para Rasul 15:19–20 menyatakan:

“Sebab itu, aku berpendapat bahwa kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Allah, tetapi kita harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari hal-hal yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah. ”

Dalam 1 Timotius 1:8–11, Paulus menyebut:

“Kita tahu bahwa hukum Taurat itu baik kalau tepat digunakan, yakni dengan keinsafan bahwa hukum Taurat itu bukanlah bagi orang yang benar, melainkan bagi orang durhaka dan tidak taat, bagi orang gasik dan orang berdosa, bagi orang tidak peduli agama dan tidak suci, bagi pembunuh bapa dan pembunuh ibu, bagi pembunuh pada umumnya, bagi orang cabul dan laki-laki yang bersetubuh dengan sesama jenisnyam bagi penculik, bagi pendusta, bagi orang yang bersumpah palsu, dan segala sesuatu yang bertentangan dengan ajaran sehat, yang berdasarkan Injil dari Allah yang mulia dan terpuji, seperti yang telah dipercayakan kepadaku”


📘 Penafsiran Hukum: Dari Gay ke LGBT

Secara literal, teks-teks di atas memang menyebut secara eksplisit perilaku laki-laki dengan laki-laki (gay), dan tidak menyebut perempuan dengan perempuan (lesbian), atau identitas lainnya (biseksual, transgender).

Namun, dengan menggunakan metode interpretasi ekstensif dalam hukum, serta analogi hukum, saya menafsirkan bahwa larangan tersebut tidak hanya berlaku terhadap homoseksualitas laki-laki, tetapi juga meluas secara prinsipil kepada seluruh bentuk hubungan seksual yang tidak sesuai dengan rancangan kudus Allah atas tubuh dan perkawinan.

Yang menjadi pokok larangan adalah intercourse-nya, bukan semata-mata orientasinya. Dalam istilah hukum pidana, dikenal konsep actus reus (perbuatan) dan mens rea (niat yang tampak dari tindakan). Maka, seseorang boleh saja memiliki kecenderungan atau orientasi, tetapi tidak melakukan tindakan seksual yang dilarang oleh Allah.


🌿 Hidup Kudus dalam Selibat

Perkawinan adalah kudus. Sebab Allah adalah Kudus. Maka siapa pun, baik heteroseksual maupun homoseksual, dipanggil untuk menghormati tubuh dan hidup dalam kekudusan.

Yesus sendiri bersabda dalam Matius 19:11–12:

“Akan tetapi, Ia berkata kepada mereka, “'Tidak semua orang dapat menerima perkataan itu, kecuali mereka yang dikaruniai. Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena Kerajaan Surga. Siapa yang dapat menerimanya, hendaklah ia menerima.”

Terimalah orientasimu sebagai bagian dari salib hidupmu—sebuah beban yang dapat dipikul bersama Kristus. Saya tahu, ini bukan pergumulan yang mudah. Maka, jangan berjalan sendiri. Bergabunglah dengan komunitas yang hidup dalam selibat—sehingga kamu dapat saling menguatkan, saling menopang, dan saling mendoakan untuk tetap setia di jalan Tuhan.


Kristus memberkati.
Semoga damai dan kekuatan-Nya menyertai langkahmu dalam kekudusan.


In the name of the Father, and of the Son, and of the Holy Spirit.
May this writing uphold you as you carry the cross of your life.

One day, a friend of my close companion asked,
"What is the position of LGBT in Christianity? Is it a sin?"
At that time, I wasn’t ready to answer. I don’t even remember what I said.
But the question echoed in my mind—demanding an answer not only to others, but also to myself.

This time, I choose to respond not purely from a theological standpoint, but rather through a legal perspective, as revealed in the Scriptures.


📜 The Law Regarding Same-Sex Relations

In Leviticus 18:22, it is written:

“Do not lie with a man as one lies with a woman; it is detestable.”

And in Leviticus 20:13:

“If a man lies with a man as one lies with a woman, both of them have done what is detestable. They must be put to death; their blood will be on their own heads.”

Additionally, the Jerusalem Council in Acts 15:19–20 states:

“It is my judgment, therefore, that we should not make it difficult for the Gentiles who are turning to God. Instead, we should write to them, telling them to abstain from food polluted by idols, from sexual immorality, from the meat of strangled animals, and from blood.”

In 1 Timothy 1:8–11, Paul writes:

“We know that the law is good if one uses it properly. We also know that the law is made not for the righteous but for lawbreakers and rebels... for the sexually immoral, for those practicing homosexuality, for slave traders and liars and perjurers—and for whatever else is contrary to the sound doctrine that conforms to the gospel concerning the glory of the blessed God, which He entrusted to me.”


📘 Legal Interpretation: From “Gay” to “LGBT”

Literally, the above verses mention only male same-sex behavior and do not explicitly refer to lesbianism or other identities under the LGBT umbrella.

However, using the method of extensive interpretation in legal hermeneutics, along with the principle of analogy, I believe that the prohibition extends in principle to all forms of sexual activity that deviate from God's holy design for the body and for marriage.

What is prohibited is the sexual act (intercourse), not merely the orientation. In legal terms, we understand the concepts of actus reus (the act) and mens rea (the intent, as evidenced through action). One may possess a certain orientation, but is called not to act on it in ways that violate God's commandments.


🌿 A Holy Life Through Celibacy

Marriage is sacred—because God is Holy. Therefore, both heterosexual and homosexual persons are called to honor the body and live in purity.

Jesus said in Matthew 19:11–12:

“‘Not everyone can accept this word, but only those to whom it has been given. For there are eunuchs who were born that way, others who were made that way by men, and still others who chose to live like eunuchs for the sake of the kingdom of heaven. The one who can accept this should accept it.’”

Accept your orientation as part of the cross you are called to carry—with Christ. I understand the struggle of wrestling within oneself. Do not walk this journey alone. Join a celibate Christian community, where you can be supported, strengthened, and prayed for, so that you may continue walking in holiness before the Lord.


Christ be with you.
May His peace and strength accompany your steps in this sacred path of faith.

*This piece was co-written with ChatGPT


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gengsi

--- Tak dapat tangan menggenggam Sebab gengsi Tak dapat merengkuh Sebab gengsi Tak dapat kasih diucap Sebab gengsi Tak dapat mengecup Sebab ...