Selasa, 05 Agustus 2025

Di Tengah Penantian Jodoh, Aku Menolak Minyak Pelet (In the Waiting Season, I Refused a Love Charm)

Salam dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus

Apakah teman-teman sedang dalam masa penantian jodoh?

Jika iya, maka tulisan ini cocok untuk kalian.

Aku merasa bahwa hidup ini tidak mudah dijalani jika ada pilihan-pilihan hidup di dalamnya.

Kemarin, saya ditawari pimpinan saya minyak bulus untuk mempermudah jodoh.

Apakah teman-teman tahu minyak bulus? Itu loh, yang buat pelet orang dari dukun. Minyak pelet ini berasal dari dukun di Kalimantan atau Sulawesi.

Bagi orang yang sudah berpendidikan tinggi, minyak pelet ini tidak masuk akal. Tapi, di tengah-tengah kehausan tentang jodoh, minyak pelet ini memiliki angin yang tinggi untuk menggoda imanku.

Namun, saya memilih untuk percaya kepada Kristus dan rancangan-Nya dibandingkan menggunakan minyak pelet dukun.

Semoga Kristus cepat mengantarku ke pasanganku.

Damai Kristus menyertai


In the name of the Father, and of the Son, and of the Holy Spirit. Amen.

Are you currently in a season of waiting for your future spouse?

If so, then this writing might speak to you.

I feel that life is not easy to go through, especially when it comes with so many choices.

Just yesterday, my superior offered me minyak bulus — a type of oil supposedly used to attract a partner more easily.

Do you know what minyak bulus is? It’s a kind of love charm oil made by shamans from Kalimantan or Sulawesi.

For those of us who are highly educated, such things may sound irrational. But in the midst of longing and thirst for companionship, this love charm carried a strong breeze of temptation against my faith.

Yet, I chose to trust Christ and His plans over using a shaman’s love spell.

May Christ swiftly lead me to the one He has prepared for me.

Peace of Christ be with you.

Jumat, 11 Juli 2025

Mampirlah Dengar Doaku: Ketika Doa Orang Lain Dijawab, Tapi Doaku Belum (Pass Me Not, O Gentle Savior: When Others’ Prayers Are Answered but Mine Are Not)

Salam dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus.

Pernahkah teman-teman mendengar lagu ini?

"Mampirlah dengar doaku, Yesus penebus. Orang lain Kau hampiri, jangan jalan terus."

Saya merasa lagu itu sangat bagus dan indah. Tapi, mari kita soroti kalimat ini:

"Orang lain Kau hampiri, jangan jalan terus."

Pernahkah kita mempertanyakan alasan doa orang lain dijawab Tuhan, sedangkan doa kita tidak?

Jika kamu pernah merasa demikian, maka tulisan ini cocok untukmu.

Saya merindukan teman hidup yang dapat menjadi sahabat hidup dalam hidup saya. Saya merindukan rumah yang banyak piaraannya. Ini mimpi saya.

Namun, saya belum bisa mencapainya saat ini karena saya perlu membereskan luka batin saya. Sementara itu, saya melihat teman-teman saya sudah memiliki pencapaian hidupnya. Ada yang jadi advokat sukses. Ada yang beli iPad baru.

Lalu, ada rasa iri yang timbul di dalam diri saya.
Aku bertanya, "Apakah Tuhan hanya mengasihi mereka dan tidak mengasihiku?"

Pengalaman emosi ini tidak lepas dari pengalaman luka, di mana ayah saya sering memberikan barang-barang yang diinginkan adik saya. Tapi saya? Minta HP saja tidak diberi.

Ayah saya bilang alasannya karena ia takut adik saya mati. Ia takut menyesal karena tidak bisa memberi barang-barang yang diinginkannya apabila adik saya mati akibat step yang sering dideritanya.

Tapi, saya tidak bisa menerima alasan tersebut.
Apakah ayah saya tidak akan menyesal bila ternyata saya yang duluan mati karena skizoafektif tipe depresi dd / depresi berat dengan ciri psikotik yang saya alami?

Saya sadar untuk membereskan luka batin ini. Tapi, saya bingung memulainya dari mana.

Jadi, saya berdoa untuk mengatasi keirian akibat Allah yang menjawab doa orang. Saya berdoa sambil mengepalkan tangan:

"Tuhan, saya mengasihi mereka."

Karena saya mengingat bahwa kasih itu tidak cemburu.

Puji Tuhan, saat ini saya sudah mati rasa melihat kemajuan dan pencapaian hidup yang terpampang di Instagram. Mungkin ini juga karena pengaruh antidepresan yang saya konsumsi.

Sudah sepatutnya kita berbahagia dengan pencapaian teman-teman kita, meskipun saat ini kita belum memiliki pencapaian apapun. Kita perlu sadar bahwa rahmat setiap orang berbeda-beda. Tetap terus doakan segala mimpi dan harapan yang kita miliki kepada Tuhan. Bukan karena orang lain, tapi karena kita anak-Nya yang membutuhkan kasih sayang Bapa dalam bentuk hadiah atau receiving gift.

Kiranya damai Tuhan kita, Yesus Kristus, dalam persekutuan dengan Roh Kudus menyertai weekend kita.

Amin.




In the name of the Father, and of the Son, and of the Holy Spirit.

Have you ever heard this hymn?

“Pass me not, O gentle Savior, hear my humble cry. While on others Thou art calling, do not pass me by.”

I find this song so beautiful and moving. But let’s highlight this line:

“While on others Thou art calling, do not pass me by.”

Have you ever questioned why God seems to answer other people’s prayers, but not yours?

If you’ve ever felt that way, then this reflection is for you.

I long for a life partner — someone who can also be a true companion in life. I dream of a home filled with pets. That’s my dream.

But I haven’t reached it yet because I need to work through my inner wounds. Meanwhile, I see my friends already achieving so many things in life. Some have become successful lawyers. Some have bought brand-new iPads.

And then, a feeling of jealousy arises in me.
I ask, “Does God only love them and not me?”

This emotional struggle is deeply rooted in my past, especially in the wounds from childhood. My father used to buy gifts for my younger sibling, while I wasn’t even given a phone when I asked.

He said his reason was because he feared my sibling might die — he didn’t want to live with the regret of not giving gifts to someone who might suddenly be gone due to frequent seizures.

But I couldn’t accept that reason.
Wouldn’t he also regret it if I died first — from schizoaffective disorder, or from severe depression with psychotic features, which I’ve been diagnosed with?

I know I need to heal from this. But I don’t know where to begin.

So, I pray — to overcome the jealousy I feel when it seems like God answers other people’s prayers. I pray with clenched fists:

“Lord, I love them.”

Because I remember: love is not jealous.

Praise God, I no longer feel anything when I see people’s achievements and life updates on Instagram. Maybe this numbness is also due to the antidepressants I’m taking.

But truly, we ought to rejoice in our friends’ achievements — even when we haven’t achieved anything ourselves. We must remember that each person receives different graces. So, keep praying for your own dreams and hopes — not because of what others have, but because we are His children in need of a Father’s loving gifts.

May the peace of our Lord Jesus Christ, in fellowship with the Holy Spirit, be with us throughout this weekend.

Amen.

Do you still believe that God is Good and your Savior, even though He allowed such crimes to happen in your past?

Salam dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus

Dalam bukunya Seni Berdamai dengan Diri Sendiri, Claudia Sabrina menuliskan begini:

"Berbagai cara dilakukan demi mewujudkan harapan, target atau cita-cita tersebut. Berusaha, berpeluh, hingga merapal­kan doa setiap malam tidak pernah alpa dilakukan. Tapi, keputusan tetap ada pada Sang Pemilik Semesta. Ada doa yang langsung dikabulkan oleh Tuhan. Ada doa yang kelak dikabulkan. Ada pula doa yang tidak dikabulkan tapi diganti dengan yang lebih baik. Lalu, bagaimana kalau ternyata doa tidak dikabulkan? Anda pasti kecewa. Rasanya semua usaha yang sudah dilakukan sia-sia. Ketika usaha dan doa Anda tidak dijawab, maka berdamailah dengan diri sendiri..."

Pasti kita semua pernah mengalami keadaan di mana doa kita tidak dijawab oleh Allah, bukan? Tapi mengapa kita diminta berdamai dengan diri sendiri dan bukan berdamai dengan Allah, Sang Pengabul Doa?

Karena, kita selalu berpandangan bahwa Allah itu Maha Baik, Allah itu Sempurna, dan yang salah pasti manusia.

Tapi bagaimana bila konteks kejadiannya seperti ini?

Kita masih kecil, tapi dilecehkan secara seksual oleh orang terdekat kita.
Atau kita sudah menaati hukum dengan sebaik-baiknya, tetapi anggota keluarga kita dibunuh oleh orang lain.
Padahal, kita sudah berdoa, "bebaskanlah kami dari segala yang jahat".

Hal yang menjadi perenungan kita adalah:

  1. Kita telah memahami bahwa manusia memiliki kehendak bebas, tapi dunia ini tidak luput dari izin Allah.
  2. Kita tahu Allah memiliki rancangan keselamatan kepada kita. Tapi, mengapa pada waktu itu, keselamatan itu tidak terjadi pada kita?


Apakah kamu marah kepada Allah sebab batasmu dilanggar—tetapi kamu takut berdosa karena marah itu?

Saya pernah marah pada Allah. Saya berteriak pada-Nya:

"Mengapa ini semua terjadi kepadaku?"

Saya mempertanyakan alasan KDRT orangtua saya dan pelecehan seksual waktu saya kecil.

Bagiku, ini merupakan ujian iman yang berat untuk dihadapi. Karena saya perlu menanggapi pertanyaan ini:

Apakah kamu percaya bahwa Allah Maha Baik dan Juruselamat, meskipun Allah mengizinkan tindak pidana itu terjadi dalam kehidupanmu di masa lalu?

Dan inilah jawaban saya:

Allah Tritunggal mengasihi saya. Kristus adalah Juruselamat saya.
Meskipun masa lalu saya buruk dan kelam, saya yakin dan percaya masa depan saya aman di dalam Kristus.


Bagaimana denganmu?

Kristus meratap bersamamu.


In the name of the Father, and of the Son, and of the Holy Spirit.

In her book "Seni Berdamai dengan Diri Sendiri," Claudia Sabrina writes:

Translated by me: Various efforts are made to achieve hopes, targets, or dreams. Striving, sweating, even praying every night—none are ever skipped. But in the end, the decision belongs to the Creator of the Universe. Some prayers are answered immediately. Some will be answered in time. Some are not answered but are replaced with something better. So, what if the prayer is not answered at all? You’ll surely be disappointed. It feels as if all your efforts were in vain. When your efforts and prayers are left unanswered, make peace with yourself…”

Surely, we’ve all experienced moments when our prayers seem to go unanswered, haven’t we? But why are we encouraged to make peace with ourselves and not with God, the One who answers prayer?

Because we often assume that God is always Good, always Perfect, and that the one at fault must be the human.

But what if the context looks like this?

You were just a child, and someone close to you sexually abused you.
Or you followed the law with all your heart, and yet someone murdered your family member.
And all the while, you had prayed, "deliver us from evil."

This leads us to a deeper reflection:

We understand that humans have free will.
Yet this world does not escape God's sovereign permission.
We believe God has a plan of salvation for us.
But why, at that moment, did that salvation seem absent?

Are you angry at God because your boundaries were violated—
but you’re afraid that your anger might be sinful?

I have been angry at God before.
I cried out to Him:

Why did all of this happen to me?”

I questioned the reasons behind my parents’ domestic violence
and the sexual abuse I endured as a child.

For me, it became a severe test of faith.
Because I had to face this question:

Do you still believe that God is Good and your Savior,
even though He allowed such crimes to happen in your past?

And here is my answer:

The Triune God loves me. Christ is my Savior.
Though my past was painful and dark, I believe and trust
that my future is safe in Christ.


How about you?
Christ weeps with you.


Kamis, 10 Juli 2025

Efek Samping



Kita yang tua ini pernah sangat menggilai kopi
Kita menyecap pahitnya
Diiringi sedikit manisnya gula

Selalu ada efek samping, Tuan
Begitu juga dengan kopi
Menyandu kafein meradangkan lambung
Perihnya menghentikanku menggilai kopi

Terjadi juga pada kita

Nona Nagisa,
Bandung, 30 Desember 2019

#SAJAKKOPI


---


Pengangguran



---

#sajakkopi


Tiada yang lebih pahit
Dibanding kehidupan seorang pengangguran
Pulang tak beruang
Tak pulang pun tak ada uang
Bahkan mengalahkan pahitnya kopi

Tiada yang lebih dingin
Dibanding relung hati seorang pengangguran
Ingin memberi tak ada uang
Tak memberi pun tak ada uang
Bahkan mengalahkan dinginnya hujan di malam hari

Nona Nagisa,
Bandung, 28 Desember 2019


---


Di Tengah Penantian Jodoh, Aku Menolak Minyak Pelet (In the Waiting Season, I Refused a Love Charm)

Salam dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus Apakah teman-teman sedang dalam masa penantian jodoh? Jika iya, maka tulisan ini cocok untuk...