Akhir-akhir ini, aku sedang membaca Kitab Imamat. Banyak frasa yang muncul—tentang penyakit najis, ini itu najis, dan lain-lain. Lama-kelamaan aku bertanya dalam hati: “Kenapa sih ini semua dibilang najis?” Itulah pergumulanku selama menjalani bacaan Alkitab satu tahunan ini.
Sampai suatu hari, aku menonton video dari Bible Project yang membahas tentang kekudusan. Dan di sanalah aku merasa tercerahkan.
Ternyata, Hukum Taurat tentang najis dan cemar bukan dibuat untuk menyalahkan manusia, melainkan sebagai bagian dari ritus pengudusan. Tujuannya satu: agar umat bisa datang kepada Tuhan dalam kekudusan.
“Sebab Aku ini TUHAN, Allahmu. Maka kamu harus menguduskan dirimu dan kamu harus kudus, sebab Aku ini kudus.”
— Imamat 11:44a
Itu bukan tentang menunjuk seseorang sambil berkata, “Kamu najis!” atau “Kamu cemar!”—karena semangat seperti itu justru bertentangan dengan hukum kasih: kasihilah sesamamu manusia.
Di film The Chosen, diperlihatkan bagaimana kerasnya perlakuan masyarakat Israel terhadap perempuan yang mengalami pendarahan. Dan aku pun mulai melihat: yang rusak itu bukan hukum Tuhan, melainkan interpretasi yang lupa akan belas kasih.
Namun, ada satu hal yang masih belum kupahami: seperti apa rasanya datang kepada Tuhan dalam kekudusan? Karena, jujur, aku belum merasa kudus.
“Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.”
— Matius 5:8
Doakan aku, ya. Supaya aku bisa bertumbuh dalam kekudusan. Supaya aku tahu rasanya datang ke hadirat Tuhan bukan dengan rasa malu atau takut, tapi dengan rasa hormat dan kasih. Supaya aku bisa lebih mengerti hati-Nya.
Sumber: Bible Project
Tidak ada komentar:
Posting Komentar