Rabu, 28 Mei 2025

Damai di Tengah Pencarian: Refleksi tentang Jodoh (Peace in the Midst of Waiting: A Reflection on Finding a Life Partner)

Halo, teman-teman.

Damai sejahtera bagi kamu yang sedang bergumul tentang jodoh.

"Tuhan, jadikanlah dia jodohku... Hanya dia yang membuat aku terpukau..."

Penggalan lagu Terpukau yang dinyanyikan oleh Astrid Sartiasari pernah membuatku tertawa kecil. Bukan karena lagunya lucu, tapi karena aku merasa geli—mungkin juga sedikit julid—melihat betapa seseorang bisa sedalam itu berharap dijodohkan dengan satu orang tertentu.

Namun, semua berubah ketika aku sendiri jatuh cinta. Saat berpacaran, ada rasa nyaman karena ada teman menonton, teman makan, teman berbagi cerita. Dan ketika hubungan itu berakhir, hatiku terasa kosong. Dalam fase bargaining dari kedukaan, aku pun berdoa, "Tuhan, jadikanlah dia jodohku." Kini, aku bersyukur karena kami berpisah—karena ternyata cinta itu memang sudah tak lagi ada.

Kalau direnungkan, banyak dari kita meminta jodoh kepada Tuhan karena berbagai alasan. Ada yang melakukannya karena kesepian. Ada yang merasa tertekan oleh tuntutan sosial. Ada juga yang seperti aku: meminta mantan yang telah berpisah dengan kita dijadikan jodoh karena tidak tahan dalam fase kedukaan.

Tapi... bagaimana kalau Tuhan mengabulkan permohonan kita tentang jodoh—bukan dengan orang yang kita doakan, melainkan seseorang yang sama sekali tak kita duga? Seseorang yang kita temui di persimpangan hidup?

Apakah kita siap menyambut kehadirannya?

Ataukah justru kita akan melukainya karena kita masih membawa luka dari masa lalu?

Sudahkah kita merapikan ruang hati kita agar ketika jodoh itu datang, kita bisa menerimanya bukan sebagai penambal kekosongan, tetapi sebagai rekan seperjalanan?

Kiranya tulisan sederhana ini bisa menjadi pengingat dan pemantik perenungan—bahwa sebelum berjodoh dengan seseorang, barangkali kita perlu lebih dulu berjodoh dengan kedewasaan, keutuhan, dan damai dalam diri sendiri.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hello, friends.

Peace be with you—especially those who are wrestling with questions about love and life partners.

"Lord, please let them be the one... They're the only one who takes my breath away..."

This line from the song Terpukau by Astrid Sartiasari used to make me chuckle. Not because the song was silly, but because I found it amusing—maybe even a little petty—how someone could so desperately want a specific person to be their destined partner.

But that all changed when I fell in love.

When I was in a relationship, I felt comforted. I had someone to watch movies with, to eat with, to share moments with. And when that relationship ended, an emptiness settled in my heart. In the bargaining stage of grief, I found myself praying, “Lord, please let my ex be the one.” Now, looking back, I’m grateful for the breakup—because I’ve come to see that the love between us had already faded.

If we take a step back and reflect, many of us ask God for a life partner for different reasons. Some out of loneliness. Some because of societal pressure. And some, like me, out of the desperation that comes with heartbreak—hoping to turn a loss into something lasting.

But what if God answers our prayer for a life partner—not with the person we had in mind, but with someone we meet at a completely unexpected crossroad?

Will we be ready to welcome them?
Or will we end up hurting them because we’re still carrying the wounds of the past?

Have we made space in our hearts so that when that person arrives, we’re able to receive them not as a patch for our emptiness, but as a fellow traveler on the journey?

May this simple reflection be a gentle reminder—that before we are truly ready to be with someone else, perhaps we must first be at peace with ourselves: whole, grounded, and ready to love not out of need, but from a place of abundance.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gengsi

--- Tak dapat tangan menggenggam Sebab gengsi Tak dapat merengkuh Sebab gengsi Tak dapat kasih diucap Sebab gengsi Tak dapat mengecup Sebab ...