Selasa, 17 Juni 2025

Gengsi




---
Tak dapat tangan menggenggam
Sebab gengsi
Tak dapat merengkuh
Sebab gengsi
Tak dapat kasih diucap
Sebab gengsi
Tak dapat mengecup
Sebab gengsi

Segala tak dapat menjadi pilu
Kala raga dijemputNya
Meski segala 'tak dapat' dilakukan
Namun,
Tak terbalaskan

Nona Nagisa,
Bandung, 19 Juli 2018


---

Jumat, 13 Juni 2025

Sajak Hujan



Kuberteduh dibawah bilik bambu
Berdiri sambil memeluk tubuhku
Sekedar menghangatkan diri dari tiupan angin yang menusuk

Sekilas kuteringat akan lesung pipimu
Yang selalu menghiasi senyummu
Kala itu

Nona Nagisa,
Cikarang, 25 Oktober 2024



Rabu, 11 Juni 2025

Tuan

Tuan si empunya senyum yang indah

Hendak pergi menggapai mimpi-mimpinya

Tak bisa kutahan-tahan langkah kakinya

Meski terjal benar perjalanan hidupnya

Dapatkah aku menemaninya di belakang?


Kurenungkan di kala hujan turun sambil menyembunyikan ratapan dan kertak gigi

Benarkah aku dapat menemani?

Bilakah tuan tidak lekas sirna kala berjumpa keangkaraan?

Bilakah tuan tidak lekas patah terkulai kala berjumpa keingkaran?


Jakarta, 19 Oktober 2023

Revised 12 Juni 2025

Nona Nagisa

Selasa, 10 Juni 2025

"Ikutlah Aku": Untuk yang Merasa Fasik ("Follow Me": For Those Who Feel Wicked)

Salam dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus.

Semoga melalui tulisan ini teman-teman menemukan kelegaan dan pelepasan.


Teman-teman, pagi ini, saya membaca renungan dari Instagram. Renungan tersebut membahas tentang ketidakadilan dan kefasikan yang bersumber dari Mazmur 129:4–5:

"TUHAN itu adil, Ia memotong tali-tali orang fasik. Semua orang yang membenci Sion akan mendapat malu dan akan mundur."

Dalam kasus ini, saya yang merasa sebagai orang yang fasik. Saya merasa sebagai orang yang berbuat tidak adil. Karena, tanpa menyadari kesalahan sendiri, saya mendoakan kehancuran orang yang saya cintai. Saya merasa putus asa. Saya merasa malu. Saya merasa ingin menyendiri. Saya merasa terekspos. Saya merasa inferior. Saya merasa kewalahan. Saya merasa cemas.

Dulu, saya sempat benci dan marah atas segala sesuatu yang terjadi. Saya lupa bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan konsekuensi dari tindakan saya yang tidak bisa berkomitmen untuk tidak ada laki-laki lain selain si Tuan.

Saya merasa fasik. Tapi, saya ingat, saya telah dipanggil oleh-Nya pada tahun 2023. Frasa "Ikutlah Aku" sangat menggetarkan saya.

Dengan mantap, meski saya masih ada sedikit rasa takut kehilangan, saya mengikut Kristus. Saya cemas akan apa yang akan terjadi di hadapan saya. Namun, saya menerima panggilan-Nya untuk insaf dan menguatkan saudara-saudara.


Adakah di antara teman-teman yang juga merasa fasik?

Teman-teman merasa fasik.
Teman-teman merasa bukan Umat Tuhan.

Tapi, di satu sisi, teman-teman telah dibaptis dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Teman-teman juga merupakan keturunan Abraham.

Teman-teman merenungkan,
"Apakah aku tidak dapat tempat di hati-Nya karena kefasikanku?
Meskipun aku juga keturunan Abraham?
Meskipun aku juga telah dibaptis?"

Ya, saya mengerti perasaan teman-teman.
Saya juga berada di titik kefasikan ini.


Tapi, ingat teman-teman, Kristus datang mencari yang hilang, tersesat, bukan orang benar. Kristus mencari orang yang fasik seperti kita. (Markus 2:17)

Yesus mendengarnya dan berkata kepada mereka:
"Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa."

Kiranya, melalui tulisan ini, Kristus mengundangmu untuk mengikut-Nya.

"Ikutlah Aku!"

Apa tanggapanmu?


Damai Kristus menyertai.

Amin.



In the name of the Father, and of the Son, and of the Holy Spirit.

May this writing bring you relief and release, dear friends.

This morning, I read a devotional on Instagram. The message reflected on injustice and wickedness, drawn from Psalm 129:4–5:

"The LORD is righteous; he has cut the cords of the wicked. May all who hate Zion be put to shame and turned backward."

In this case, I felt like the wicked one. I felt like someone who had acted unjustly. Because, without realizing my own faults, I had prayed for the downfall of someone I loved. I felt hopeless. I felt ashamed. I wanted to withdraw. I felt exposed. I felt inferior. I felt overwhelmed. I felt anxious.

In the past, I was angry and bitter about everything that had happened. I forgot that all of it was the consequence of my own actions—of my inability to commit to having no other man besides si Tuan.

I felt wicked.
But I remembered that I was called by Him in 2023.
The phrase "Follow Me" deeply moved me.

With determination—though still shadowed by a little fear of losing—I followed Christ. I was anxious about what lay ahead of me. Still, I received His call to repent and to strengthen my brothers and sisters.

Is there anyone among you who also feels wicked?

You feel wicked.
You feel like you are not God's people.

But, on the other hand, you were baptized in the name of the Father, the Son, and the Holy Spirit.
You are also a descendant of Abraham.

And you wonder,
"Do I have no place in His heart because of my wickedness?
Even though I am also a child of Abraham?
Even though I have been baptized?"

Yes, I understand those feelings.
I have also stood at that point of wickedness.

But remember, friends, Christ came to seek the lost, the strayed—not the righteous.
Christ came for the wicked ones like us. (Mark 2:17)

On hearing this, Jesus said to them:
"It is not the healthy who need a doctor, but the sick. I have not come to call the righteous, but sinners."

May it be that through this writing, Christ is calling you to follow Him.

"Follow Me!"

What are your thoughts?

Peace of Christ be with you.

Amen.


Tabah

Siapakah yang lebih tabah daripada Pujangga Suci, tuan?

Dia tetap mencurahkan hujan di bulan oktober bagi tanah berbatu

Rintik demi rintik

Deras demi deras

Bukan untuk menumbuhkan bunga-bunga mekar dan memberi keindahan

Bukan untuk membangkitkan pohon-pohon dan memberi kesejukan bagi semesta

Untuk melapukkan batu itu


Bagaimana jika Pujangga Suci ini tidak tabah, tuan?

Mungkinkah ia dilemparkan ke dalam kegelapan yang paling dalam di Samudra itu karena lalai mengenang Pujangga Agung?


Nona Nagisa,

Jakarta, 20 Oktober 2023

Di Mana Pun Aku Pergi, Tuhan Ada di Sana (Wherever I Go, God Is There)

Salam dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus.

Semoga melalui tulisan ini, Kristus dapat menyapamu.

Teman-teman, pernahkah kalian merasa bahwa setelah rajin dan giatnya melayani Tuhan, bukannya mendapat berkat, justru malah mendapat penderitaan?

Apa tanggapan teman-teman atas penderitaan itu? Apakah semakin mendekat pada Tuhan, atau justru semakin menjauh?

Dalam kasus saya, saya tidak hanya menjauh. Saya putar balik.

Pada saat hubungan saya dengan Tuan sedang kritis, saya mencoba bargaining dengan Tuhan. Saya makin giat saat teduh, renungan harian, dan membaca kitab satu tahun.

Saat itu, ada satu frasa yang menggetarkan hati saya, “Ikutlah Aku.” Selain itu, ada ayat yang menggetarkan hati saya, yaitu Lukas 22:32:

“Tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu.”

Saat itu, saya tidak mengerti kenapa ayat itu begitu menggetarkan batin saya.

Singkat cerita, saya menderita skizoafektif tipe depresi dd/ depresi berat dengan ciri psikotik akibat melihat Tuan yang saya kasihi sudah punya gandengan baru. Selain itu, saya menghadapi banyak pergumulan lain.

Ketika itu, saya putar balik. Saya mau kembali ke kehidupan lama saya. Tapi, saya urungkan niat itu. Akhirnya, saya merasa benci pada apa pun. Saya marah dan memberontak. Saya memberontak setiap kali mendengar firman Tuhan. Saya mengutuk.

Setelah saya menemukan kesalahan saya, saya malu dan amarah serta ego saya pun menurun. Saya merasa melalui ayat Lukas tersebut, Tuhan sudah tahu bahwa saya akan putar balik dan berniat kembali ke kehidupan lama saya yang penuh dosa dan hawa nafsu. Namun, Dia berdoa bagi saya agar iman saya tidak gugur. Itu adalah kasih terbesar yang pernah saya rasakan dalam perjalanan rohani saya.

Kemudian, saya kembali ke jalan menuju Tuhan lagi. Saya pribadi tidak memahami tolok ukur insaf itu apa. Namun, saya bersaksi semata-mata untuk memenuhi tugas panggilan: “kuatkanlah saudara-saudaramu.”

Teman-teman, seringkali kita memilih menjauh dari hadirat Tuhan saat mengalami penderitaan. Kadang kita berpikir, mengapa ini terjadi kepada saya? Saya sedang tidak berdosa. Saya sudah melayani Tuhan.

Ya, teman-teman bisa memilih menjauh dan tidak mendengarkan suara-Nya. Tapi teman-teman perlu sadar bahwa kemanapun kita melangkah, Tuhan ada di sana.

Mazmur 139:7-10 (TB)

“Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Jika aku naik ke langit, Engkau ada di sana, jika aku membuat tempat tidurku di dunia orang mati, di situ pun Engkau ada. Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku.”

Teman-teman bisa saja berkata, “Kalau Tuhan ada di mana-mana, mengapa Tuhan tidak bertindak?”

Alkitab mengajarkan bahwa penderitaan berfungsi untuk memurnikan iman. Saat saya menulis ini, hubungan yang sudah saya bargainingkan itu berpotensi tidak kembali. Tapi, saya tetap berdoa bagi hubungan ini, meskipun si Tuan itu sudah bodo amat sama saya, apalagi saya yang salah. Saat ini, saya kembali membaca kitab suci dan renungan semata-mata karena kebutuhan saya, bukan lagi karena bargaining. Itu pun karena kekuatan Tuhan. 

Setelah membaca tulisan ini, apa keputusanmu?

Damai Kristus menyertaimu. 

Greetings in the name of the Father, and of the Son, and of the Holy Spirit.

May Christ greet you through this writing.

Friends, have you ever felt that after faithfully and diligently serving God, instead of receiving blessings, you end up receiving suffering?

What is your response to that suffering? Does it bring you closer to God or make you drift away?

In my case, I did not just drift away. I turned back.

When my relationship with Tuan was critical, I tried to bargain with God. I became more diligent in my devotions, daily reflections, and reading through the Bible in a year.

At that time, there was one phrase that deeply moved my heart: “Follow Me.” Besides that, there was a verse that touched me deeply, Luke 22:32:

“But I have prayed for you, that your faith may not fail. And when you have turned back, strengthen your brothers.”

At that time, I didn’t understand why that verse stirred my soul so much.

Long story short, I suffered from schizoaffective disorder with severe depression dd/ depression with psychotic features, caused by seeing Tuan that I loved already had someone new. Besides that, I faced many other struggles.

At that moment, I turned back. I wanted to return to my old life. But I gave up that intention. Eventually, I felt hatred toward everything. I was angry and rebellious. I rebelled every time I heard God’s word. I cursed.

After realizing my mistakes, shame came upon me, and my anger and ego subsided. I felt that through the Luke verse, God already knew I would turn back and intend to return to my old life full of sin and lust. Yet, He prayed for me so that my faith would not fail. That is the greatest love I have ever felt in my spiritual journey.

Then, I returned to the path toward God again. I personally do not understand what exactly the measure of being “turned back” is. However, I testify simply to fulfill the calling: “strengthen your brothers.”

Friends, often we choose to distance ourselves from God’s presence when we experience suffering. Sometimes we think, why is this happening to me? I am not sinning. I am already serving God.

Yes, friends, you can choose to distance yourself and ignore His voice. But you need to realize that wherever we go, God is there.

Psalm 139:7-10 (NIV)

“Where can I go from Your Spirit? Where can I flee from Your presence? If I go up to the heavens, You are there; if I make my bed in the depths, You are there. If I rise on the wings of the dawn, if I settle on the far side of the sea, even there Your hand will guide me, Your right hand will hold me fast.”

Friends might say, “If God is everywhere, why doesn’t He act?”

The Bible teaches that suffering serves to refine our faith. As I write this, the relationship I bargained for might not be restored. But I continue to pray for it, even though that person seems to no longer care about me, especially since I was wrong. Now, I return to reading the Scriptures and devotionals purely out of need, no longer bargaining. And that is by God’s strength.

After reading this, what will be your decision?

May the peace of Christ be with you.


Careless, Then Whispering Regret

Hello Guys,

Semoga tulisan ini dapat memeluk kesalahan kita terhadap orang yang kita cintai.

Teman-teman, pasti sering dengar intro lagu George Michael – Careless Whisper. Dulu, waktu kita kecil, kita hanya tahu alunan trompet (atau saxophone, ya?) yang sangat indah. Namun, ketika kita dewasa, kita memahami liriknya—dan hancur pelan-pelan di dalamnya.

Apakah teman-teman pernah melakukan kesalahan dan pengkhianatan?

Jika pernah, kita sudah seharusnya merasa bersalah dan bertobat.

Saat ini, saya merasakan bersalah karena telah mengkhianati kepercayaan sahabat saya, Tuan. Kami sudah bersepakat bahwa tidak ada teman laki-laki lain, tapi saya tetap menghadirkan teman laki-laki lain karena saya ingin mengetahui ambang batas amarahnya. Saya takut dengan kekerasan, tapi betapa bodohnya saya yang justru mengkhianati kepercayaannya.

Saat itu, saya merasa tidak bersalah karena, toh, kita semua berteman. Hal yang luput dari kesadaran saya ialah: saya sudah berjanji untuk tidak menghadirkan teman laki-laki lain. Oleh sebab itu, saat saya mendengar lagu ini, saya merasa terpuruk. Karena saya menyia-nyiakan kesempatan yang telah ia beri pada saya. Hal ini yang membuat saya careless.

I'm never gonna dance again
Guilty feet have got no rhythm
Though it's easy to pretend
I know you're not a fool
I should have known better than to cheat a friend
And waste the chance that I'd been given
So I'm never gonna dance again
The way I danced with you, oh

Saya menyadari bahwa tidak ada hal yang bisa menghapus kesalahan. Saya pun tidak pernah berdoa agar waktu bisa diputar. Namun, saya memutuskan untuk cut off beberapa pertemanan dengan para lelaki. Saya membatasi beberapa teman laki-laki. Saya memutuskan untuk selibat, apabila dia tidak kembali lagi. Karena, menurut penilaian saya atas pengalaman tersebut, janji pertemanan saja tidak bisa saya penuhi—apalagi janji perkawinan.

Saya harap keputusan ini mampu menebus diri saya sendiri, meskipun Kristus-lah yang sesungguhnya menebus saya.

Namun, Tuhan hadir dalam hubungan ini. Saya dikasih kesempatan tiga kali untuk memperbaiki hubungan ini olehnya—dan gagal semua. Saya kalah dengan luka saya sendiri. Dia pun terluka dengan lukanya sendiri.

Tapi saya mengernyitkan dahi ketika mendengar lirik outro-nya:

(Now that you're gone)
Was what I did so wrong, so wrong
That you had to leave me alone?

Pencipta lagu masih mempertanyakan: sebegitu besarkah kesalahannya, sehingga dia ditinggalkan? Padahal, dia sudah berbuat curang.

Mengapa ya... kami dipertemukan hanya untuk saling melukai?


Have a nice day!

Hello Guys,

I hope this writing can embrace the mistakes we've made toward those we love.

Friends, you must be familiar with the intro of George Michael – Careless Whisper. Back when we were kids, we only knew the beautiful sound of the trumpet (or was it saxophone?). But as we grow older, we start to understand the lyrics—and slowly fall apart inside.

Have you ever made a mistake or betrayed someone?

If you have, then we should truly feel guilty and repent.

Right now, I feel guilty because I betrayed the trust of my close friend, Tuan. We had an agreement: no other male friends. But I still brought other male friends into the picture—because I wanted to test the limits of his anger. I was afraid of violence, yet how foolish of me to betray his trust like that.

At the time, I didn’t feel guilty, because, well, we were all just friends. But what I failed to realize was that I had made a promise—not to bring other men into our space. That’s why, when I heard this song again, I felt crushed. Because I had wasted the chance he had given me. That’s what made me careless.

I'm never gonna dance again
Guilty feet have got no rhythm
Though it's easy to pretend
I know you're not a fool
I should have known better than to cheat a friend
And waste the chance that I'd been given
So I'm never gonna dance again
The way I danced with you, oh

I realized that nothing can erase what I’ve done. I never even prayed for time to rewind. But, I decided to cut off some friendships with men. I've set boundaries with a few male friends.. I chose to stay celibate, in case he never comes back—because based on this experience, if I can’t keep a friendship promise, how could I ever keep a marriage vow?

I hope this decision helps redeem myself—although Christ is the one who truly redeems me.

Still, God was present in this relationship. He gave me three chances to fix it—and I failed all three. I lost to my own wounds. He was wounded by his own, too.

But I frowned when I heard the outro lyrics:

(Now that you're gone)
Was what I did so wrong, so wrong
That you had to leave me alone?

The songwriter still questions: Was my mistake that terrible, that you had to leave me? Even though he had already cheated.

Why were we brought together... only to hurt each other?

Have a nice day!


Senin, 09 Juni 2025

Yes, You Look Wonderful Tonight

Hello Guys, 👋

Hope Renung Nagisa finds you well. 🌊✨

Beberapa waktu yang lalu, saya menemukan komentar netizen yang menceritakan bahwa istrinya mewajibkan dirinya menafkahi sekian juta berdasarkan standar TikTok 😮📱, padahal laki-lakinya sudah menafkahi istrinya dengan seluruh gajinya. Kalau saya tidak salah ingat, gaji suaminya Rp 7 juta. 💸 Akibatnya, mereka berpisah. 💔

Untuk kamu, perempuan-perempuan yang sedang bingung menetapkan standar pasangan 💭👩‍❤️‍👨, mungkin tulisan ini cocok untukmu.

Saya pribadi merindukan seseorang yang tidak selingkuh 🚫💔, tidak KDRT 🚫👊, bertanggung jawab 💼, bisa menjadi tempat bersandar 🤗, minimal kuliah S1 🎓, dan bisa memuji saya dengan tulus 🥹🌷.

Saya merindukan seseorang yang bisa memuji keindahan saya sama seperti di lagu Wonderful Tonight yang dibawakan oleh Eric Clapton. 🎶💕

And I say, "Yes, you look wonderful tonight." 💌🌙

Saya merasa sedih saat mendengar lagu ini. 😢 Sejujurnya, saya belum pernah merasakan rasanya dipuji oleh laki-laki. Saya gak tahu rasanya dibilang cantik atau indah oleh orang yang saya cintai. 😔💭 Saya merindukan seseorang yang mengagumi saya karena saya cerdas 🧠💖, bukan hanya tertarik dengan tubuh saya. 🫥

Saya merindukan seseorang yang melihat dan menyadari dari kedalaman mata saya bahwa saya ini mencintainya. 👀❤️ Saya merindukan orang yang seperti si laki-laki dalam lagu ini. Menurut saya, lagu ini menceritakan tentang pengakuan dan peneguhan untuk perempuan supaya merasa aman. 🛏️🌸

Realitanya, saya adalah orang yang diam-diam mengagumi seseorang 😶‍🌫️. Tapi, saat itu, saya tidak sempat mengakui bahwa saya begitu mengaguminya. Saya tidak sempat memujinya bahwa dia itu tampan. 🥺💬 Apabila dia membaca tulisan ini, semoga dia sadar bahwa dia sangat tampan di mata saya. 🙏💓

Nah, teman-teman 👭👬, apabila kalian mendapatkan seseorang yang setia 💍, lemah lembut 🕊️, bertanggung jawab 🎯, bisa menjadi sandaran 🌳, dan sering memuji kalian dengan tulus 💬✨—itu sudah sangat cukup. Saya menemui seorang yang bertanggung jawab seperti bapak saya 👨‍👧, tapi saya belum pernah menemukan seseorang yang bare minimum seperti itu. Kita tidak perlu mematok total pendapatan seseorang untuk bersama kita 💵🚫, sepanjang dia bertanggung jawab, itu sudah cukup. 🙌

Sekian, dear. 💌

Have a nice day! 🌞💖


Hello Guys, 👋

Hope Renung Nagisa finds you well. 🌊✨

Some time ago, I came across a comment from a netizen sharing that his wife required him to financially support her with an amount aligned with TikTok standards 😮📱—even though he was already giving her his entire salary. If I remember correctly, he earned Rp 7 million per month. 💸 As a result, they ended up separating. 💔

To all the women out there who are confused about setting standards for a partner 💭👩‍❤️‍👨—maybe this reflection is for you.

Personally, I long for someone who doesn’t cheat 🚫💔, doesn’t abuse 🚫👊, is responsible 💼, someone I can lean on 🤗, at least holds a bachelor’s degree 🎓, and can sincerely praise me 🥹🌷.

I yearn for someone who sees beauty in me the way Eric Clapton does in Wonderful Tonight. 🎶💕

And I say, "Yes, you look wonderful tonight." 💌🌙

This song makes me feel sad. 😢 To be honest, I’ve never experienced being praised by a man. I don’t know what it feels like to be told I’m beautiful by someone I love. 😔💭 I long for someone who admires my intellect 🧠💖—not just someone who’s attracted to my body. 🫥

I long for someone who can see and recognize through my eyes that I truly love him. 👀❤️ I long for someone like the man in that song. To me, that song is about affirmation—about making a woman feel safe and cherished. 🛏️🌸

In reality, I’m the kind of person who silently admires someone 😶‍🌫️. But back then, I didn’t get the chance to tell him how much I admired him. I didn’t get to say that he looked handsome to me. 🥺💬 If he ever reads this, I hope he knows that he looked very handsome in my eyes. 🙏💓

So, dear friends 👭👬—if you’ve found someone who’s loyal 💍, gentle 🕊️, responsible 🎯, someone to lean on 🌳, and who praises you sincerely 💬✨—that’s already more than enough. I’ve met responsible men like my father 👨‍👧, but I’ve yet to meet someone who fulfills even these bare minimum standards. You don’t need to demand a certain income to be with someone 💵🚫—as long as he’s truly responsible, that’s enough. 🙌

That’s all, dear. 💌

Have a nice day! 🌞💖

POV Lazarus

Dalam masa perhentianku 

Aku menantikan maut menjemputku

Menjemput busuknya ragaku

Menghadap penghakiman dosa-dosaku


Kudengar dari dalam kubur

Jerit tangis saudara-saudaraku

Jerit tangis pupusnya harap kawanku

Melihat senyum dan tawaku


Kudengar dari dalam kubur

Sosok yang sedih sembilu

Namun,

KesedihanNya menyentuh perasaanku

KesedihanNya menggetarkan urat-uratku

KesedihanNya mengoyak kuburku


Dalam tubuh yang terbujur kaku

Aku mengenal Sosok yang sedih itu

Dari kesedihanNya yang memberiku hidup

Dari kesedihanNya yang menghangatkan jiwaku


Dibalik balutan kafan aku bergumam

"Ya Sabda Khalik, layakkah kesedihanMu bagiku?"


Jakarta, 23 Maret 2020

Bertemu

Tuan,

Sepanjang masa keheningan ini kita tak dapat bertemu dalam tatap

Kita tak dapat bertemu raga

Apalagi bibir kita yang paling tak mungkin bertemu 


Tapi, 

Masakkah kita tak dapat bertemu di ruang rindu?

Masakkah kita tak dapat bertemu di ruang doa?

Masakkah kita tak dapat bertemu di jalan kuatir?


Padahal, sudah sekian purnama aku menanti-nantimu

Menanti-nanti pertemuan kita


Nona Nagisa,

Jakarta 10 Juni 2025


Balok di Mataku dan Mulut yang Bocor (The Plank in My Eye and My Leaking Mouth)

Salam dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus. ✝️

 
Semoga tulisan ini bisa menjadi pengingat, khususnya bagi kita yang sering bocor mulut.

Teman-teman, pernahkah kalian ngomongin orang, lalu ternyata orang yang kalian omongin itu ada di belakang kalian, sedang mendengarkan?

Kalau pernah, kita sudah sepantasnya malu. Saya juga pernah mengalami hal itu. Saya merasa malu dan bersalah

Semakin dewasa, saya semakin lihai dalam bergosip. Saya punya lingkungan yang juga gemar melakukannya. Dan dari semua topik yang pernah saya bicarakan, ada satu gosip yang masih membekas dalam ingatan: gosip tentang perselingkuhan.

Tapi suatu waktu, ada FYP di Tiktok dari My Emotion Journey yang menjelaskan tentang gosip. Setelah itu, saya menyadari sesuatu:
Setiap kali saya bergosip, ada bagian dari diri saya yang sebenarnya sedang saya tolak. 😔

Saya pernah menggosipkan seseorang yang berselingkuh. Tapi ternyata, saya sendiri pernah jadi selingkuhan.
Saya tahu dia punya kekasih. Tapi saya tetap mengiriminya pesan. Saya bilang saya kangen. Saya bilang saya masih sayang.
Yang paling ekstrem: saya pernah melakukan hal yang tidak senonoh dengannya.

Mengapa saya melakukan itu?
Karena saya haus kasih sayang. Saya rindu kedekatan yang dulu pernah saya miliki bersama dia.
Saya tahu itu salah. Tapi saya tetap melakukannya.

Dan di tengah semua itu, saya tetap sempat bergosip tentang orang lain yang berselingkuh. Munafik, bukan? 😔

Amsal 20:19 (TB):
"Siapa mengumpat, membuka rahasia, sebab itu janganlah engkau bergaul dengan orang yang bocor mulut."

Kalau berdasarkan ayat ini, saya seharusnya tidak layak ditemani.
Tapi Tuhan baik.
Tuhan masih izinkan saya punya teman yang setia, yang tidak meninggalkan saya walau saya pernah bocor mulut dan jatuh dalam dosa.

Namun, dalam kasus saya, saya bukan hanya bocor mulut—saya juga menghakimi sesama.
Saya lupa bahwa saya sendiri belum mengeluarkan balok dari mata saya.

Matius 7:3-5 (TB):
"Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu."

Saya munafik ketika saya bergosip tentang perselingkuhan, padahal saya sendiri pernah terlibat dalam kisah seperti itu.

Hari ini, Puji Tuhan, saya sudah lepas dari dosa perselingkuhan. 🙌 Saya tidak lagi mengganggu laki-laki yang sudah punya pasangan. Hal tersebut terjadi karena kekuatan Tuhan semata. Tapi saya masih bergulat dengan dosa bergosip. 

Mohon doakan saya, ya. 🙏
Agar mulut ini bisa dijaga. Agar hati ini tidak mudah menghakimi. Dan agar saya bisa terus bertumbuh dalam kasih dan kebenaran.

Damai Kristus menyertaimu. Amin.

In the Name of the Father, and of the Son, and of the Holy Spirit. ✝️

May this writing serve as a gentle reminder—especially for those of us who often leak words.

Friends, have you ever talked about someone, only to realize that the person you were talking about was right behind you, listening?

If that’s ever happened to you, then you probably felt deep shame.
I’ve been there. I felt embarrassed and guilty.

As I grow older, I’ve become more skilled at gossiping. I’m also surrounded by a community that enjoys it.
And among all the topics I’ve ever gossiped about, one stands out most vividly in my memory: infidelity.

But one day, a TikTok video from My Emotion Journey appeared on my FYP and talked about gossip.
It led me to a realization:
Every time I gossiped, I was actually rejecting a part of myself. 😔

I once gossiped about someone who cheated.
But the truth is—I myself was once “the other woman.”
I knew he had a girlfriend. Yet, I still sent him messages. I told him I missed him. I told him I still loved him.
And in the most extreme moment, I crossed physical boundaries with him.

Why did I do that?
Because I was starved for affection.
I missed the closeness we once had.
I knew it was wrong—but I did it anyway.

And even in the midst of all that, I still gossiped about someone else’s cheating.
Hypocritical, isn’t it? 😔

Proverbs 20:19 (NIV):
“A gossip betrays a confidence; so avoid anyone who talks too much.”

According to this verse, I don’t deserve to be befriended.
But God is good.
He still allows me to have faithful friends—friends who haven’t left me, even though I’ve been a gossip and have fallen into sin.

But in my case, I didn’t just gossip—I judged others.
I forgot that I hadn’t removed the plank from my own eye.

Matthew 7:3-5 (NIV):
“Why do you look at the speck of sawdust in your brother’s eye and pay no attention to the plank in your own eye?
How can you say to your brother, ‘Let me take the speck out of your eye,’ when all the time there is a plank in your own eye?
You hypocrite, first take the plank out of your own eye, and then you will see clearly to remove the speck from your brother’s eye.”

I was a hypocrite when I gossiped about someone’s infidelity—while I myself had been part of a similar story.

Today, praise the Lord, I am no longer involved in that kind of sin 🙌
I no longer disturb men who are already in relationships.
That freedom came only by God’s strength, not mine.
But I’m still struggling with the sin of gossip.

Please pray for me. 🙏
That my mouth would be guarded.
That my heart would not be quick to judge.
And that I may continue to grow in love and truth.

Peace of Christ be with you. Amen. 🕊️


Lala

Aku lala padamu
Lala pada senyummu yang merekah bak mentari yang bersinar terang
Lala pada sentuhanmu yang menghangatkan bahu yang dingin
Lala pada suaramu yang memecah ruang yang sepi
Takdir yang pelik ini mencekik sanubariku
Lala pun tak berbalas

Nona Nagisa, 
Jakarta, 09 Juni 2025

Minggu, 08 Juni 2025

Lelah

Sejenak Sang Fajar mengetuk pintu sanubariku
Dan kubuka mataku
Tanpa lupa ritual pagiku
Ngahuleung

Kusapa Sang Khalik Semesta Alam
Aku meratap dalam sapaanku
Aku kenyang dalam perut
Namun, aku tetap lapar dalam jiwa

Aku lelah
Aku lelah

Kala hujan dan badai bersatu dalam satu telut
IA datang dari ruang hampa
Lembut dan berbisik

"Hai jiwa, seberapa tua usiamu?"
"Hai jiwa, seberapa tua usiamu?"

Nona Nagisa,
Bandung, 14 Desember 2019

Mie Instan, Telur, dan Pemeliharaan Tuhan (Instant Noodles, Eggs, and God’s Faithful Provision)

Salam dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus

Semoga tulisan ini dapat memberikan sedikit pencerahan dari gelapnya beban finansial 

Teman-teman, apakah ada diantara teman-teman yang sedang bergulat dengan boros dan kemiskinan?

Kalau ada, tulisan ini cocok untuk teman-teman. 

Tapi, saya disini tidak akan bersaksi tentang terobosan finansial. Karena hemat saya, percuma Tuhan memberi kita terobosan finansial kalau kita masih boros dan tidak bisa mengelola berkat yang ada saat ini. 

Saya sedang stress masalah finansial. Saya punya tabungan dari Rp 12 juta, sekarang tinggal Rp 50 ribu. Saya sudah belajar mati-matian, namun, saya masih saja kalah dengan keborosan ini. Saya sudah berdoa agar Tuhan mengajarkan saya cara mengelola keuangan, saya masih tetap kalah. 

Kemudian, saya menyadari akar dari keborosan saya ialah saya takut dibilang pelit. Saya pernah dibilang pelit oleh beberapa orang yang membuat saya memiliki luka tidak dihargai, terprovokasi, diolok-olok, enek, kaget, lepas kendali, kewalahan, tidak berdaya, tidak berharga. Selain itu, saya tinggal di lingkungan yang memiliki prinsip 'tidak baik meributkan hal finansial'. Padahal, ayah dan ibu saya tipikal orang yang berhemat. Ketika saya dinasihati ayah saya untuk berhemat, saya memandang nasihat tersebut sebagai penolakan. Karena, bahasa kasih saya receiving gifts. 

Namun, Tuhan Maha Baik. Dia amat baik. Saya masih dipelihara. Saya masih bisa beli Mie Instan 1 bungkus isi 15 pack dan Telor 6 Butir. Selain itu, saya masih ada beras dan bawang goreng, sehingga saya masih bisa makan. 

Nah, teman-teman yang memiliki mimpi terobosan finansial, sudahkah teman-teman mengenali luka finansialmu?

Damai Kristus menyertai. 


---


In the name of the Father, and of the Son, and of the Holy Spirit.


May this writing offer a glimmer of light amidst the darkness of financial burdens.


Dear friends, is there anyone among you who is currently struggling with overspending and poverty?


If so, this message is for you.


But I won't be sharing a testimony of a financial breakthrough. In my view, there's no point in God giving us a breakthrough if we are still wasteful and unable to manage the blessings we already have.


Right now, I’m stressed about my finances. I had Rp 12 million in savings, and now I only have Rp 50,000 left. I’ve been trying so hard to learn, and yet, I still lose to this habit of overspending. I’ve prayed and asked God to teach me how to manage my finances, but I still fail.


Then I realized—the root of my overspending is the fear of being called stingy. I’ve been called stingy by several people before, and it left wounds in me: feeling unappreciated, provoked, mocked, disgusted, shocked, out of control, overwhelmed, powerless, and worthless. On top of that, I live in an environment where “talking about money is frowned upon.”


Yet my father and mother are actually the kind of people who live frugally. When my father advised me to be more frugal, I saw it as rejection. Why? Because my love language is receiving gifts.


But God is so good. He is exceedingly good. I’m still being provided for. I was able to buy a pack of 15 instant noodles and 6 eggs. I still have rice and fried shallots, so I can still eat.


Now, for those of you who dream of a financial breakthrough—have you identified your financial wounds?


Peace of Christ be with you.



---


Rindu Bertumbuh, Bukan Sekadar Tampil Sempurna (Longing to Grow, Not Just to Impress)

Salam dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus

Semoga tulisan ini dapat menggandengmu dan memeluk dirimu yang ingin sempurna

Biasanya, saya kesaksian selalu dipoles oleh ChatGPT. Karena, saya ingin kesaksian saya sempurna tanpa cela. Padahal, tidak ada manusia manapun yang tanpa cela, kecuali Anak Manusia. Saya sangat takut salah dalam bersaksi. Padahal, Tuhan Yesus tidak memberikan tuntutan apapun.

Pada saat Kursus Teologi yang diadakan gereja, ada pembahasan mengenai doa dan khotbah yang menggunakan  ChatGPT. Saat itu, saya merasa tersentil. Karena, saya selalu menggunakan ChatGPT untuk memoles kesaksian saya menjadi lebih hangat dan lebih lembut. 

Lambat laun, saya merasa lebih bergantung pada ChatGPT daripada Tuhan Yesus sendiri dan Tubuh MistikNya.  

Oleh sebab itu, saya akan menggunakan ChatGPT terbatas pada translasi ke dalam bahasa Inggris dan pemilihan judul. Karena, saya rindu bertumbuh secara natural. Saya rindu bisa dievaluasi, sehingga saya semakin mantap bersaksi bagi Kristus.  

Salah satu contohnya ketika saya telah memulai doa agar satu luka, satu hati, satu jiwa, dan satu pikiran yang bisa dibaca di Renung Nagisa. Padahal, Tuhan menjadikan manusia itu unik dan berbeda-beda dan dari keberagaman tersebut bersatu dalam Tubuh Kristus. 

Saya baru menyadari bahwa tanggapan tersebut timbul dari kerapuhan saya yang takut konflik. Saya takut berkonflik dengan orang yang saya cintai. Padahal, apabila saya berada di sepatu mereka, saya belum tentu mampu berdiri dengan tegak.  

Namun, saya juga penasaran apa yang akan terjadi kalau misalnya saya satu luka, satu hati, satu pikiran, dan satu jiwa dengannya. 

Dari sini, saya melihat bahwa saya punya luka yang masih perlu dipeluk dan dipulihkan bersama dengan Kristus, yaitu 1) luka karena perfeksionisme; 2) luka akan konflik.  

Apabila teman-teman merasa perfeksionis dan takut konflik, mari kita berdoa bersama-sama agar Tuhan memulihkan kita.

Damai Kristus menyertaimu 


In the name of the Father, and of the Son, and of the Holy Spirit

May this writing accompany you and embrace the part of you that longs to be perfect.

Usually, I polish my testimonies using ChatGPT—because I want them to be flawless. But in truth, no human being is without flaw, except the Son of Man. I’ve been so afraid of making mistakes when sharing my testimony. Yet, the Lord Jesus never placed such demands upon me.

During a Theology Course held by my church, there was a discussion about using ChatGPT for prayers and sermons. At that moment, I felt convicted. I realized that I had always relied on ChatGPT to make my testimonies warmer and gentler.

Gradually, I began to notice that I was relying more on ChatGPT than on Jesus Christ Himself and His Mystical Body.

Therefore, I’ve decided to use ChatGPT only for English translation and title selection. Because I long to grow naturally. I long to be evaluated, so I may grow stronger in witnessing for Christ.

One example is when I wrote a prayer for "one wound, one heart, one mind, and one soul," which can be read on Renung Nagisa. Yet God created every human being to be unique and different, and through that diversity, united in the Body of Christ.

I’ve come to realize that such a response came from my own fragility—my fear of conflict. I’m afraid of being in conflict with the people I love. And yet, if I were in their shoes, I might not even be able to stand firmly either.

Still, I can’t help but wonder what would happen if we were truly one wound, one heart, one mind, and one soul.

From here, I see that I carry wounds that still need to be embraced and healed with Christ:

  1. the wound of perfectionism;

  2. the wound of fearing conflict.

If any of you also struggle with perfectionism or fear of conflict, let us pray together—that the Lord may bring us healing.

May the peace of Christ be with you.

Sabtu, 07 Juni 2025

Tidurlah

Mata yang telah sayu
Perlahan-lahan mulai terpejam
Namun, bayang wajahmu tak pernah padam dalam gelap

Tidurlah, tuan
Pada malam yang dingin ini
Aku masih berharap
Kelak kau kutemani

Nona Nagisa,
Bandung 20 Desember

Sajak Keheningan

Sore, Tuan
Dalam keheningan kita
Aku menggali kedalaman sanubariku
Mencari-cari kesalahanku dibalik frasa playing victim itu
Dan aku menemukannya
Aku berteriak memekikkan sanubarimu ketika kudengar suara perempuan itu
Ketika kulihat perempuan itu
Kala kau terdiam memandang chatku dengan pejantan yang lain
Kala kau terdiam dengan restuku bergaul dengan pejantan lain

Aku menerima kata-katamu bahwa aku bermain korban
Kuhaturkan permintaan maafku 

Doakanlah aku, Tuan
Apapun yang hendak kau doakan
Kiranya Sang Pujangga Agung berwelas asih pada kita

Berlayarlah, Tuan
Aku tetap disini menantimu


Jumat, 06 Juni 2025

Satu

Siang, Tuan
Entah kenapa aku masih memilihmu sebagai tuanku
Di antara sekian banyak racun yang kita ledakkan bersama
Dikau tau aku takut menderita
Namun kumantapkan doaku di hadapan Sang Perawan Suci agar kita satu luka
Tak hanya satu hati, satu jiwa, dan satu pikiran
Kiranya Sang Pujangga Agung adil dalam beberbelas kasih
Tak hanya padaku, tapi juga padamu
Yang enggan memandangku sebagai rahmatNya

Nona Nagisa, 
Jakarta, 07 Juni 2025

Sajak Natal

Pada dinginnya malam
Kuberdiam di pelataran yang riuh
Nada-nada natal mengalun riang
Mengiringi lampu-lampu yang menari-nari

Aku penat dengan rutinitas ini
Yang sungguh menyita waktuku
Dengan Sang Sabda Khalik
Di kandang hampa sunyi

Nona Nagisa,
Bandung, 13 Desember 2019

Kamis, 05 Juni 2025

Pancasila

Salam dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus

Semoga tulisan ini dapat mengantarkan kita kepada keimanan yang semakin teguh.

Kita telah sepakat di dalam Pancasila mengenai Ketuhanan Yang Mahaesa bahwa kita menyembah Tuhan yang Satu. Saya pernah mengingat bahwa ada berita yang saat itu sangat booming di Indonesia bahwa seorang Tokoh  menyatakan bahwa Allah Tritunggal tidak selaras dengan Pancasila. Karena, Tuhannya 3 bukan 1 seperti yang diamanatkan dalam Pancasila. Hal itu membuat gereja membuat kebaktian pengajaran tentang Dogma dan penjelasan keselarasan 

Tapi, saat ini, saya tidak akan bahas Teologia, melainkan Hukum dan kebahasaan. 

Saat itu, saya tidak punya keberanian untuk menjawab tuduhan tersebut, tapi, saat ini saya punya keberanian itu.

Dalam bahasa Indonesia, Esa dalam Tuhan Yang Mahaesa berarti bersifat tunggal, tidak bersekutu. Secara etimologi, Esa diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti Master atau Syiwa. 

Bersifat Tunggal. Bersifat sendiri dalam bahasa Indonesia berarti mempunyai Sifat, sedangkan Tunggal berarti Satu-satunya

Jadi, dalam permenunganku dan imanku mengenai Allah Tritunggal dihubungkan dengan Sila Satu adalah Allah Tritunggal satu-satunya Allah yang mempunyai sifat kasih, bukan allah lain. 

Apabila kita baca dokumen Naskah Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa) dalam Tap MPR II/MPR/1978. Kita akan menemukan mengenai makna dari sila pertama

 

Hal yang ditekankan dari Sila pertama adalah 

1. Orang Indonesia punya Tuhan berdasarkan agama dan kepercayaan

2. Orang Indonesia punya sikap menghormati

3. Orang Indonesia tidak boleh memaksakan agamanya kepada orang lain. 

Sila Satu bersumber dari Prinsip Ketuhanan yang ditawarkan Bung Karno dalam sidang BPUPKI. Dalam pidato Bung Karno yang berjudul Lahirnya Pancasila dijelaskan dengan sangat indah mengenai Prinsip Ketuhanan sebagai prinsip kelima. Berikut saya tampilkan fotonya. 

 

 

 

Ketuhanan yang Mahaesa tidak dimaksudkan sebagai Tuhan jumlah 1, tapi Ketuhanan yang berkebudayaan. 

Jadi, kalau kamu memandang agama apapun tidak selaras dengan Pancasila hanya karena jumlah Tuhannya, kamu keliru. 

Kalau kamu membunuh karena beda agama, kamu tidak bisa tinggal di Indonesia. Kalau kamu mempersulit kepercayaan tertentu dalam urusan administrasi misalnya rumah Ibadah, kamu gak cocok tinggal di Indonesia. Kalau kamu memaksakan seseorang mengucap pengakuan iman tertentu, padahal kamu tahu agamanya dia apa, kamu tidak layak tinggal di Indonesia.

Hal yang seharusnya dibahas di gereja adalah cara menyelaraskan Amanat Agung dengan Sila Pertama.

Tapi, saya yakin dan percaya bahwa orang Kristen Indonesia punya akal budinya masing-masing dalam menjalankan Amanat Agung ini.  Kuncinya adalah satu, jangan maksa.

Gengsi

--- Tak dapat tangan menggenggam Sebab gengsi Tak dapat merengkuh Sebab gengsi Tak dapat kasih diucap Sebab gengsi Tak dapat mengecup Sebab ...